BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Banyak teori tentang belajar yang
telah berkembang mulai abad ke 19 sampai sekarang ini. Pada awal abad ke-19
teori belajar yang berkembang pesat dan memberi banyak sumbangan terhadap para
ahli psikologi adalah teori belajar tingkah laku (behaviorisme) yang
awal mulanya dikembangkan oleh psikolog Rusia Ivan Pavlov (tahun 1900-an)
dengan teorinya yang dikenal dengan istilah pengkondisian klasik (classical
conditioning) dan kemudian teori belajar tingkah laku ini dikembangkan oleh
beberapa ahli psikologi yang lain seperti Edward Thorndike, B.F Skinner dan
Gestalt.
Secara umum terdapat dua teori kondisioning yaitu kondisioning klasik
(kondisioning responden) dan kondisioning operant. Kondisioning klasik
dikembangkan oleh Ivan
Petrovich Pavlov dengan percobaannya yaitu anjing yang mengeluarkan air
liurnya berdasarkan faktor makanan, cahaya dan bunyi. Sedangkan kondisioning
operant yang dikembangkan oleh B. F. Skinner dengan teorinya tingkah laku
bukanlah sekedar respons terhadap stimulus, tetapi suatu tindakan yang
disengaja atau operant; operant ini dipengaruhi oleh apa yang
terjadi sesudahnya yaitu berupa pengendalian konsekuensi. Dalam makalah ini,
kami akan membahas secara lebih rinci mengenai clasical conditioning dan operant
conditioning.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
konsep teori dan percobaan pada clasical
conditioning ?
2.
Bagaimana
implikasi clasical conditioning dalam
pembelajaran masa kini?
3. Bagaimana konsep teori dan percobaan pada operant conditioning ?
4.
Bagaimana
implikasi operant conditioning dalam pembelajaran
masa kini?
C. Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui
konsep teori dan percobaan pada clasical
conditioning.
2.
Memahami
implikasi clasical conditioning dalam
pembelajaran masa kini.
3. Mengetahui konsep teori dan percobaan pada operant conditioning.
4.
Memahami
implikasi operant conditioning dalam
pembelajaran masa kini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kondisioning Klasik atau Kondisioning Responden
1. Sejarah
Kondisioning Responden atau Kondisioning Klasik (Davidoff, 1988)
Ivan Petrovich
Pavlov (1849-1936), seorang ahli fisiologi terkemuka dari Rusia, dipandang
sebagai penemu proses kondisioning responden. Sebagai akibatnya, maka prosedur
ini sering disebut sebagai kondisioning Pavlov. Sudah dapat dipastikan dialah
sebagai peraih hadiah nobel ketika dia mulai dengan penelitiannya dalam hal
kondisioning. Dalam serangkaian penelitiannya mengenai pengeluaran
cairan-cairan pencernaan pada anjing, dia mencatat bahwa hewan-hewan dapat
mengeluarkan air liur yang tidak hanya disebabkan oleh makanan saja. Misalnya
hewan itu dapat berliur ketika melihat si pemberi makan. Keluarnya air liur
ini, yang semula merupakan hal yang mengganggu, justru kemudian memancing
keinginan Pavlov untuk lebih banyak meneliti hal ini. Kemudian dia bersama
teman-temannya merancang suatu situasi tertentu sedemikian rupa sehingga dapat
memancing keluarnya air liur hewan. Mereka
berusaha pula dengan cermat dan hati-hati agar tidak melibatkan faktor-faktor
dari luar yang disebut factor ekstraneous.
Pavlov terus
menerus mengadakan penelitian mengenai kondisioning responden ini sampai akhir
hayatnya dan meninggal dunia dalam usia 87 tahun.
2. Penelitian Classical Conditioning (Purwanto, 2002)
Dapat dikatakan
bahwa pelopor dari teori conditioning ini adalah
Pavlov seorang ahli fisiologi dari
Rusia. Ia mengadakan percobaan-percobaan dengan anjing. Secara ringkas
percobaan-percobaan Pavlov dapat kita uraikan sebagai berikut:
Seekor anjing
yang telah dibedah sedemikian rupa, sehingga kelenjar ludahnya berada di luar
pipinya, dimasukkan ke kamar yang gelap. Di kamar itu hanya ada sebuah lubang
yang terletak di depan moncongnya, tempat menyodorkan makanan atau menyorotkan
cahaya pada waktu diadakan percobaan-percobaan. Perhatikan gambar di bawah ini:
Gambar 1.1 Percobaan Pavlov
Pada moncongnya yang telah dibedah itu dipasang sebuah
pipa (selang) yang dihubungkan dengan sebuah tabung di luar kamar. Dengan demikian
dapat diketahui keluar tidaknya air liur dari moncong anjing itu pada waktu
diadakan percobaan-percobaan. Alat-alat yang dipergunakan dalam
percobaan-percobaan itu ialah makanan, lampu senter untuk menyorotkan
bermacam-macam warna, dan sebuah bunyi-bunyian.
Dari hasil
percobaan-percobaan yang telah dilakukan dengan anjing Pavlov mendapatkan
kesimpulan bahwa gerakan-gerakan refleks itu dapat dipelajari; dapat berubah
karena mendapat latihan. Sehingga dengan demikian dapat dibedakan dua macam
refleks, yaitu refleks wajar (unconditioned
reflex) keluar air liur ketika melihat makanan yang disodorkan dan refleks
bersyarat/refleks yang dipelajari (conditioned
reflex) keluar air liur karena menerima/bereaksi terhadap warna sinar
tertentu, atau terhadap suatu bunyi tertentu.
Sesudah Pavlov,
banyak ahli-ahli psikologi lain yang mengadakan percobaan-percobaan dengan
binatang, antara lain Guthrie, Skinner, Waston dan lain-lain. Waston mengadakan
eksperimen-eksperimen tentang perasaan takut pada anak dengan menggunakan tikus
dan kelinci. Dari hasil percobaannya dapat ditarik kesimpulan bahwa perasaan
takut pada anak dapat diubah atau dilatih. Anak percobaan Waston yang mula-mula
tidak takut pada kelinci dibuat menjadi takut pada kelinci. Kemudian anak
tersebut dilatihnya pula sehingga tidak menjadi takut lagi pada kelinci.
Demikianlah maka
menurut teori conditioning belajar
itu adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat (conditions) yang kemudian menimbulkan
reaksi (response). Utuk menjadikan
seseorang itu belajar haruslah kita memberikan syarat-syarat tertentu. Yang
terpenting dalam dalam belajar menurut teori conditioning ialah adanya latihan-latihan yang continue. Yang diutamakan dalam teori ini ialah hal belajar yang
terjadi secara otomatis.
Penganut teori ini mengatakan
bahwa segala tingkah laku manusia juga tidak lain adalah hasil daripada conditioning. Yakni hasil daripada
latihan-latihan atau kebiasaan-kebiasaan mereaksi terhadap syarat-syarat
tertentu yang dialaminya di dalam kehidupannya.
Kelemahan dari
teori conditioning ini ialah, teori
ini menganggap bahwa belajar itu hanyalah terjadi secara otomatis, keaktifan
dan penentuan pribadi dalam tidak dihiraukannya. Peranan latihan/kebiasaan
terlalu ditonjolakan. Sedangkan kita tahu bahwa dalam bertindak dan berbuat
sesuatu, manusia tidak semata-mata tergantung kepada pengaruh dari luar. Aku
atau pribadinya sendiri memegang peranan dalam memilih dan menentukan perbuatan
dan reaksi apa yang dilakukannya. Teori conditioning
ini memang tepat kalau kita hubungkan dengan kehidupan binatang. Pada manusia
teori ini hanya dapat kita terima dalam hal-hal belajar tertentu saja;
umpamanya dalam belajar yang mengenai skills
(kecekatan-kecekatan) tertentu dan mengenai pembiasaan pada anak-anak
kecil.
3. Prinsip dan
aplikasi kondisioning responden
Para psikologi
Amerika dan Rusia telah banyak meneliti mengenai kondisioning responden ini di dalam laboratorium mereka untuk selama
lebih dari 50 tahun. Secara tradisional, mereka memilih rangsangan tak bersyarat yang sederhana saja seperti
misalnya tiupan angin, makanan pemberian
aliran listrik yang ringan ke kaki. Kejadian-kejadian tersebut dapat
menimbulkan respons tak bersyarat yang juga sederhana seperti misalnya
berkedip, keluar air liur dan menekuk lutut. Secara khusus para ilmuwan perilaku
juga menggunakan rangsangan netral yang sederhana, seperti misalnya nada,
cahaya dan kartu dengan gambar geometris atau kata-kata. Dengan memilih secara
cermat rangsangan yang sudah diperjelas dan juga responsnya membuat semakin
yakin bahwa prosedurnya dapat dapat dibuat seragam dan bahwa sarana pengukuran
yang tepat dapat diusahakan. Para peneliti kemudian juga meneliti mengenai
beberapa aspek lainnya dari kondisioning responden ini dalam hal magnitude yaitu besarnya ataupun
jumlahnya juga intensitasnya (seberapa jauh jarak yang diperlukan antara
rangsang yang diberikan dengan munculnya
respons tertentu) dan reliabilitasnya (seberapa prosentase pengujian penelitian
yang dapat memancing respons).
4. Implikasi teori Clasical
Conditioning
terhadap pembelajaran masa kini
Aplikasi teori ini dalam pembelajaran, bahwa dalam kegiatan
pembelajaran pendidik memberikan arahan kepada peserta didik untuk berfikir
cepat dan tepat. Selain itu, pendidik juga dapat menggunakan metode
pembelajaran yang bisa mengubah kebiasaan peserta didik menjadi lebih baik.
Pendidik seharusnya juga dapat memperhitungkan antara rangsang yang diberikan
terhadap respons peserta didik. Apabila tidak mampu dilakukan dalam satu kali
pemberian rangsangan maka harus dilakukan beberapa kali sampai tujuan untuk
mengubah kebiasaan peserta didik dapat tercapai. Seperti misalnya, mengubah
kebiasaan peserta didik yang malas menjadi rajin. Kemudian dilakukan evaluasi
untuk menentukan besarnya keberhasilan dan dampak yang ditimbulkan dari metode
yang diterapkan tersebut.
B. Teori Conditioning dari Guthrie
Guthrie
mengemukakan bagaimana cara/metode untuk mengubah kebiasaan-kebiasaan yang
kurang baik, berdasarkan teori conditioning.
Guthrie mengemukakan bahwa tingkah laku manusia itu secara keseluruhan dapat
dipandang sebagai deretan-deretan tingkah laku yang terdiri dari unit-unit.
Unit-unit tingkah laku ini merupakan reaksi/respons dari perangsang/stimulus
sebelumnya, dan kemudian unit tersebut menjadi pula stimulus yang kemudian
menimbulakan response bagi unit
tingkah laku yang berikutnya. Demikianlah seterusnya sehingga merupakan
deretan-deretan unit tingkah laku yang terus-menerus. Jadi pada proses conditioning ini pada umumnya terjadi
proses asosiasi antara unit-unit tingkah laku satu sama lain yang berurutan.
Ulangan-ulangan/latihan yang berkali-kali memperkuat asosiasi yang terdapat
antara unit tingkah laku yang satu dengan unit tingkah laku yang berikutnya.
Sebagai
penjelasan dari percobaan Pavlov sebagai berikut: pada mulanya anjing percobaan
keluar air liur ketika disodorkan makanan.
Setelah berkali-kali sambil menyodorkan makanan dilakukan juga menyorotkan
sinar merah pada anjing itu; pada suatu ketika hanya dengan menyorotkan sinar
merah, anjing itu keluar juga air liurnya. Jadi, dalam hal ini terjadi asosiasi
yang makin kuat antar sinar merah (stimulus) dengan keluarnya air liur
(respons). Yang penting pula diperhatikan dalam percobaan itu ialah dapat
diubahnya suatu stimulus (unit) tertentu dengan stimulus yang lain. Karena itu
menurut Guthrie untuk mengubah kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik, harus
dilihat dalam deretan unit-unit tingkah lakunya, kemudian kita usahakan untuk
menghilangkan unit yang tidak baik itu atau menggantinya dengan yang lain/yang
seharusnya.
Berikut ini
sebuah contoh dari sebagai penjelasan. Seorang ibu datang menanyakan pada
Guthrie, bahwa anak perempuannya setiap pulang dari sekolah selalu melemparkan
tas dan pakaiannya ke sudut kamarnya, kemudian ganti pakaian dan terus makan
tanpa meletakkan tas dan pakaiannya pada gantungan yang telah tersedia.
Teguran-teguran ibu untuk menggantungkan tas dan pakaian pada tempatnya, hanya
berlaku satu atau dua hari saja, sesudah itu kebiasaan yang buruk terulang lagi.
Bagaimana cara memperbaiki kebiasaan buruk pada anak tersebut?
Guthrie
menyarankan perbaikan seperti berikut: teguran ibu jangan hanya menyuruh
menggantungkan tas dan pakaiannya sesudah anak itu makan, akan tetapi anak
tersebut harus disuruh memakai pakaian itu lagi dan menyandang tasnya dan
kemudian anak itu masuk ke rumah lagi terus menggantungkan tasnya dan
pakaiannya, berganti pakaian, dan selanjutnya makan. Jadi, proses
berlangsungnya unit-unit tingkah laku itu harus diulang dari semula.
Beberapa metode
dipergunakan Guthrie dalam mengubah tingkah laku atau kebiasaan pada hewan
maupun pada manusia ialah:
1.
Metode
Reaksi Berlawanan(Incompatible Response
Method). Manusia itu adalah suatu organisme yang selalu mereaksi kepada
perangsang-perangsang tertentu. Jika suatu reaksi terhadap
perangsang-perangsang telah menjadi suatu kebiasaan, maka cara untuk
mengubahnya ialah dengan jalan menghubungkan perangsang (stimulus) dengan
reaksi (respon)yang berlawanan dengan reaksi buruk yang hendak dihilangkannya,
sebagai contoh: Umpamanya, seorang anak takut pada kelinci, berilah anak itu
makanan yang disukainya supaya anak itu merasa senang. Lakukanlah usaha ini
berkali-kali, akhirnya anak tersebut tidak takut lagi kepada kelinci. Contoh
lain: Umpamakan kita akan mengubah tingkah laku seorang pemabuk. Pada waktu
orang itu diberi minuman keras, ia diberi injeksi yang menyebabkan ia muntah.
Inipun dilakukan berkali-kali sehingga orang itu berubah menjadi ingin muntah
kalau melihat minuman keras.
2.
Metode
Membosankan (Exhaustion Method).
Hubungan antara asosiasi antara perangsang dan reaksi (S-R) pada tingkah laku
yang buruk itu dibiarkan saja sampai lama mengalami keburukan itu, sehingga
menjadi bosan. Sebagai contoh, umpamakan seorang anak yang berumur 3 tahun
bermain-main dengsn korek api. Pada waktu itu disuruh menghabiskan kepala korek
api satu pak sehingga menjadi bosan. Juga untuk menjinakkan kuda liar menjadi
kuda tunggangan umpamanya, kita dapat menggunakan cowboy-cowboy berganti-ganti
melatih menunggangi kuda itu dalam waktu berturut-turut. Akhirnya kuda itu
menjadi jinak.
3.
Metode
Mengubah Lingkungan (Change of
Environment Method). Suatu metode yang dilakukan dengan jalan memutuskan
atau memisahkan hubungan antara S dan R yang buruk akan dihilangkannya. Yakni
menghilangkan kebiasaan-kebiasaan buruk yang disebabkan oleh suatu perangsang
(S) dengan mengubah perangsangnya itu sendiri. Sebagai contoh umpamanya kita
akan mengubah tingkah laku atau kebiasaan buruk yang dilakukan oleh seorang
anak di sekolahnya, dengan memindahkan anak itu ke sekolah yang lain. Seorang
dokter menyuruh pasiennya untuk beristirahat di tempat lain agar penyakit
pasien itu cepat sembuh.
C. Teori Operant Conditioning
1. Sejarah
teori operant conditioning (Davidoff, 1988)
B. F. Skinner (lahir 1904), seorang psikolog Amerika merupakan salah
satu orang yang menyumbang pikirannya kepada kodisioning operan ini. Dia selalu
menekankan bahwa perilaku yang terlihat itu adalah satu-satunya hal
yang harus menjadi pusat minat dan perhatian ahli psikologi. Pada akhir tahun
1920-an dia mulai meneliti mengenai kondisioning operan ini. Seringkali dia
melatih sekelompo kecil burug dara atau tikus yang lapar agar mencucuk sebuah
tombol. Setiap kali hewan itu berhasil dengan tindakan tertentu, maka makanan
akan dikirimkan ke dalam mangkuknya. Skinner kemudian menyimpulkan bahwa
mengamati respons dari hewan yang secara relatif masih primitif di
dalam lingkungan yang bebas gangguan, adalah satu-satunya cara yang paling
efektif untuk menentukan hukum-hukum dasar kondisioning operan.
Buku novel khayalan karangan Skinner yang berjudul Walden Two mengenai
sebuah masyarakat yang berdasarkan kondisoning operan ini telah menimbulkan inspirasi terhadap masyarakat. Yang lebih penting lagi ialah
bahwa penelitian terhadap kondisioning operan ini telah mengarah pada teknologi
mengajar yang canggih, yang dinamakan modifikasi perilaku (behavior modification). Dan teknik ini telah dipakai di seluruh
dunia oleh para psikolog, guru, orang tua dan pihak lain dalam lingkungan yang
berbeda-beda.
2. Penelitian Operant Conditioning
Menurut Skinner
tingkah laku bukanlah sekedar respons terhadap stimulus, tetapi suatu tindakan
yang disengaja atau operant; operant ini dipengaruhi oleh apa yang
terjadi sesudahnya. Jadi operant
conditioning, atau operant learning,
itu melibatkan pengendalian konsekuensi (consequences). Tingkah
laku ialah perbuatan yang dilakukan seseorang pada situasi tertentu. Tingkah
laku ini terletak diantara dua pengaruh yaitu pengaruh yang mendahuluinya (antecedent) dan pengaruh yang
mengikutinya (konsekuensi). Hal ini dapat dilukiskan sebagai berikut:
antecendent tingkah laku konsekuensi
atau A
B C
Dengan demikian
tingkah laku itu dapat diubah dengan cara mengubah antecendent, konsekuensi, atau kedua-duanya. Menurut Skinner,
konsekuensi itu sangat menentukan apakah seseorang akan mengulangi suatu
tingkah laku pada saat lain di waktu yang akan datang.
Mengendalikan konsekuensi
Konsekuensi yang timbul dari tingkah
laku tertentu dapat menyenangkan atau pun tidak menyenangkan bagi yang
bersangkutan. Ada dua hal yang perlu disinggung sehubungan dengan pengendalian
konsekuensi ini, yaitu reinforcement
dan hukuman.
a. Reinforcement
Dalam kehidupan
sehari-hari, reinforcement kurang
lebih berarti “hadiah”. Tetapi dalam dunia psikologi, reinforcement mempunyai arti lebih khusus yaitu satu tipe
konsekuensi. Efek dari konsekuensi itu menentukan apakah konsekuensi itu
memberi reinforcement atau tidak.
Setiap konsekuensi itu adalah pemberi reinforcement
(reinforcer) kalau dia memperkuat
tingkah laku berikutnya. Tingkah laku yang diikuti dengan reinforcement akan diulang-ulang di waktu
yang akan datang. Singkatnya, reinforcement
adalah konsekuensi yang memperkuat tingkah laku.
Reinforcement itu ditentukan oleh efeknya memperkuat
tingkah laku. Murid yang selalu dipanggil menghadap Kepala Sekolah karena
berulang kali melakukan pelanggaran disiplin misalnya, dapat menjadi pertanda
bahwa hal itu memberikan reinforcement
kepadanya. Apakah konsekuensi dari sesuatu perbuatan itu memberikan reinforcement atau tidak bergantung pada
persepsi seseorang terhadap peristiwanya dan arti peristiwa itu baginya. Cara
lain untuk menentukan reinforcer
ialah bahwa reinforcer itu dapat
berupa peristiwa atau sesuatu yang akan diraih oleh seseorang.
Reinforcement ada dua macam, positif dan negatif.
Disebut reinforcement positif apabila
suatu
stimulus tertentu (biasanya yang menyenangkan) ditunjukan atau diberikan
sesudah suatu perbuatan dilakukan. Misalnya uang atau pujian diberikan kepada
seorang anak yang memperoleh nilai A pada mata pelajaran tertentu. Reinforcement negatif apabila suatu
stimulus tertentu (yang tidak menyenangkan) di tolak atau dihindari. Dengan
perkataan lain, reinforcement negatif
itu memperkuat tingkah laku dengan cara menghindari stimulus yang tidak menyenangkan.
Kalau suatu perbuatan tertentu menyebabkan seseorang menghindari sesuatu yang
tidak menyenangkan, yang bersangkutan cenderung mengulangi perbuatan yang sama
apabila pada suatu saat menghadapi situasi yang serupa. Kalau kita tilik
kembali contoh tentang murid yang berulang kali dipanggil Kepala Sekolah karena
pelanggaran disiplin yang dilakukannya itu menjadi bertambah kuat karena dia
tetap saja melakukannya.
b. Hukuman
Reinforcement negatif itu
seringkali dikacaukan dengan hukuman. Proses reinforcement (positif atau pun negatif) selalu memperkuat tingkah
laku. Sebaliknya hukuman mengandung pengurangan atau penekanan tingkah laku.
Suatu perbuatan yang diikuti hukuman, kecil kemmungkinannya diulangi lagi pada
situasi-situasi yang serupa pada saat yang lain.
Seperti halnya reinforcement, hukuman juga dibedakan
menjadi dua macam, presentation
punishment dan removal punisment.
Presentation punishment terjadi apabila stimulus yang tidak menyenangkan
ditunjukan atau diberikan, misalnya guru memberikan tugas-tugas tambahan karena
kesalahan yang dibuat muridnya. Removal
punisment terjadi apabila stimulus tidak ditunjukkan atau diberikan,
artinya menghilangkan sesuatu yang menyenangkan atau diinginkan. Contoh, anak
tidak diperkenalkan menonton televisi selama seminggu karena tidak mamu
belajar. Dengan kedua cara hukuman tersebut, akibatnya ialah berkurangnya
tingkah laku yang menyebabkan dikenakannya hukuman. Dengan kedua cara hukuman tersebut, akibatnya ialah
berkurangnya tingkah laku yang menyebabkan dikenakannya hukuman.
Ringkasnya,
empat macam proses tersebut dapat digambarkan sebagai berikut (Mahmud, 1989):
Stimulus
|
Effect
|
|
Ditunjukkan
|
Tingkah laku ditingkatkan
|
Tingkah laku ditekan
|
Reinforcement positif.
Contoh: nilai bagus
|
Presentation
Punishment.
Contoh: diberi tugas tambahan
|
|
Dihilangkan
|
Reinforcement negatif
Contoh: tetap melanggar
disiplin
|
Removal
Punishment
Contoh: tidak boleh menonton TV
selama satu minggu
|
Penerapan
Reinforcement
Apabila
seseorang belajar sesuatu hal yang baru , akan lebih cepat kalau setiap
responsnya yang benar diberi reinforcement.
Praktek seperti ini disebut reinforcement
berkesinambungan. Tetapi sekali
respon itu dikuasai, lebih baik diberikan reinforcement
berselang-seling, yaitu seringkali memberikan reinforcement tetapi tidak setiap kali.
Hal ini ada alasannya:
a.
Karena
memberikan reinforcement kepada
setiap respons yang benar itu akan memakan banyak waktu dan tidak praktis.
b.
Karena
reinforcement berselang-seling itu
membantu murid untuk tidak mengharap-harap reinforcement setiap saat.
Ada empat tipe
dasar reinforcement berselang-seling.
Dua tipe yang pertama didasarkan atas banyaknya waktu yang berjalan antara reinforcer-reinforcer; dua tipe ini disebut interval. Adapun dua tipe yang kedua didasarkan atas jumlah respons yang diberikan
antara reinforcer-reinforcer; dua
tipe yang kedua ini disebut ratio, terdiri dari ratio tetap dan ratio
bervariasi.
Pola-pola
respons
Apabila
reinforcement didasarkan pada prinsip
interval tetap (setiap lima menit misalnya), dapat diduga pola respons yang
bakal muncul. Contoh: reinforcement
akan selalu diberikan kepada respons yang benar yang pertama yang terjadi
setelah waktu tertentu. Karena reinforcement
sudah dapat diduga sebelumnya, maka respons-respons akan meningkat pada saat reinforcement akan diberikan dan
kemudian berhenti segera setelah reinforcement
itu diberikan, misalnya kepada peserta didik diberikan tugas membaca dikelasnya
tanpa ditunggui oleh guru; peserta didik tahu bahwa setiap lima belas menit
gurunya akan datang menengok mereka dan memberi pujian kepada mereka yang sedang sibuk membaca. Katakanlah bahwa
diantara mereka tidak ada yang memakai arloji. Tetapi setelah kira-kira dua
belas menit, semua peserta didik mulai diam dan membaca. Setelah guru selesai
menengok dan memuji peserta didik yang sedang membaca, mereka dapat bersantai
dan beristirahat sebab mereka tahu bahwa kesempatan untuk reinforcement tidak
bakal muncul selama beberapa menit.
Tetapi
dengan menggunakan prinsip interval bervariasi pola respons yang muncul
berbeda. Pada contoh diatas, jika guru datang menengok pada saat-saat yang
tidak dapat diperkirakan terlebih dahulu oleh peserta didik, misalnya saja
kadang-kadang dia kembali lima menit setelah kedatangannya yang terakhir, maka
peserta didik tidak banyak berbuat santa setelah setiap kali guru datang untuk
menengok kegiatan mereka.
Prinsip
yang sama juga berlaku bagi ratio tetap dan ratio bervariasi. Contohnya: jika
peserta didik tahu bahwa gurunya hanya mengijinkan selesainya peserta didik
membuat karangan kapan saja (asal selesai), maka peserta didik akan
beristirahat setelah menyelesaikan sebagian tugas membuat karangan tersebut dan
menganggur beberapa hari sebelum mulai melanjutkan membuat karangan lagi, dan
tidak jarang kehabisan waktu sehingga harus menangani tugas itu semalam suntuk.
Tetapi seandainya guru itu meminta agar peserta didik membuat karangan tersebut
bagian demi bagian dengan memberikan tenggang waktu dan tugas tersebut diberi
nilai, maka peserta didik akan membuat karangan tersebut sedikit demi sedikit
setiap hari.
Penggunaan
reinforcement secara beragam dapat
juga mempengaruhi cepat lambatnya peserta didik melakukan tugas-tugas belajar.
Kalau reinforcement itu didasarkan
atas banyaknya respons yang diberikan seseorang, peserta didik akan lebih
cermat mengendalikan waktu yang digunakan untuk reinforcement. Semakin cepat peserta didik mengumpulkan respons
yang benar semakin cepat pula reinforcement
diperolehnya. Contoh:
a.
Guru
berkata: “segera setelah kamu menjawab lima pertanyaan ini dengan benar, kamu
boleh beristirahat”. Ucapan guru ini
dapat membuat peserta didik melaksanakan tugas dengan semangat.
b.
“jawablah
lima pertanyaan ini selam dua puluh menit. Pekerjaan itu nanti saya periksa.
Siapa yang dapat menjawab lima pertanyaan tersebut dengan benar dapat segera
istirahat.” Dibandingkan dengan ucapan guru yang pertama, yang kedua ini kurang
memacu aktifitas murid.
Aspek lain dari
dikenakannya reinforcement adalah kegigihan
berusaha. Kalau reinforcement sama
sekali tidak diberikan, orang akan kendur semangat dan akhirnya tidak merespons
sama sekali. Dengan perkataan lain tingkah laku itu akan menghilang. Cepat
lambatnya proses menghilangnya tingkah laku ini sebagian besar bergantung pada
pola reinforcement yang diberikan.
Apabila reinforcement itu diberikan setiap kali
(reinforcement berkesinambungan),
seseorang akan cepat berhenti merespons manakala reinforcement itu berhenti;
demikian pula kalau yang diberikan pola reinforcement
tetap. Agar peserta didik terus tetap aktif, yang paling tepat ialah
digunakannya pola reinforcement
bervariasi.
Mengendalikan
antecedent
Antecedent itu dapat berupa
pemberitahuan atau ajakan sebelum seseorang diminta melakukan sesuatu. Antecedent dapat menimbulkan konsekuensi
yang positif ataupun yang negatif. Contoh: Kepala Sekolah yang berdiri didepan
kelas misalnya, memberikan informasi tentang akibat-akibat yang akan terjadi
seandainya ada peserta didik yang seenaknya meninggalkan kelas. Hal itu secara
tidak sadari dapat digunakan secara sengaja ketika guru mengajar, apalagi kalau
diingat bahwa pengaruh semacam itu cepat terjadi tetapi juga mudah dilupakan.
Yang sering terjadi ialah guru menindak sesuatu perbuatan setelah perbuatan itu
dilakukan murid. Misalnya guru berkata: “Badu, apa saja yang kau lakukan selama
ini, mengerjakan tugas itu saja tidak bisa.” Ucapan semacam ini tidak jarang
mengakibatkan peserta didik tersinggung. Jadi jelaslah keliru atau tidak
bijaksana ucapan seperti itu, dan sebagai akibatnya peserta didik mungkin
sekali menanggapinya dengan berbagai alternatif, seperti misalnya: “saya
berjanji akan berusaha lebih keras” atau “peduli amat sih, kan ini urusan
saya.”
Karena itu mengingatkan terlebih dahulu
itu penting. Jika peserta didik berbuat sesuai dengan peningkatan tersebut,
guru tinggal memberikan reinforcement saja. Tanpa itu barangkali guru tidak
pernah berkesempatan memberikan reinforcement kepada perilaku peserta didik
yang benar, sebab peserta didik bisa jadi tidak ingat untuk berbuat yang benar
itu.
Seperti Pavlov
dan Watson, Skinner juga memikirkan tingkah laku sebagai hubungan antara
perangsang dan respons. Hanya perbedaannya, Skinner membuat perincian lebih
jauh. Skinner membedakan adanya dua macam respons, yaitu:
a.
Respondent
Response
(Reflexive Response): respon yang
ditimbulkan oleh perangsang-perangsang tertentu. Misalnya, keluar air liur
setelah melihat makanan tertentu. Pada umumnya, perangsang-perangsang yang
demikian itu mendahului respon yang ditimbulkannya.
b.
Operant Response
(instrumental
response):yaitu respon yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh
perangsang-perangsang tertentu. Perangsang yang demikian disebut reinforcing stimuli atau reinforce, karena perangsang itu
memperkuat respon yang telah dilakukan oleh organism. Jadi yang demikian itu
mengikuti (dan karenanya memperkuat) sesuatu tingkah laku tertentu yang telah
dilakukan. Seorang anak yang belajar (telah melakukan perbuatan) lalu mendapat
hadiah, maka ia akan menjadi lebih giat belajar (responnya menjadi lebih
intensif/kuat).
Di dalam
kenyataan, respon jenis pertama (respondent/reflexive
response/behavior) sangat terbatas adanya pada manusia. Sebaliknya operant response/behavior merupakan
bagian terbesar dari tingkah laku manusia dan kemungkinan untuk memodifikasinya
hampir tak terbatas. Oleh karena itu, Skinner lebih memfokuskan pada respon
atau jenis tingkah laku yang kedua ini. Jadi yang menjadi soal adalah:
bagaimana menimbulkan, mengembangkan dan memodifikasi tingkah laku (dalam
belajar aatu dalam pendidikan).
Prosedur
pembentukan tingkah laku dalam operant
conditioning secara sederhana adalah sebagai berikut:
(a)
Mengidentifikasi
hal-hal apa yang merupakan reinforcer
(hadiah) bagi tingkah laku yang akan dibentuk.
(b)
Menganalisis,
dan selanjutnya mengidentifikasi komponen-komponen kecil yang membentuk tingkah
laku yang dimaksud. Komponen-komponen itu lalu disusun dalam urutan yang tepat
untuk menuju kepada terbentuknya tingkah laku yang dimaksud.
(c)
Berdasarkan
urutan komponen-komponen itu sebagai tujuan sementara, mengidentifikasi
reinforce (hadiah) untuk masing-masing komponen itu.
(d)
Melakukan
pembentukan tingkah laku, dengan menggunakan urutan komponen-komponen yang
telah disusun. Kalau komponen pertama telah dilakukan maka hadiahnya diberikan.
Hal ini akan mengakibatkan komponen tersebut cenderung untuk sering dilakukan.
Kalau ini sudah terbentuk dilakukan komponen kedua yang kemudian diberi hadiah
pula (komponen pertama tidak lagi memerlukan hadiah). Demikian berulang-ulang
sampai komponen kedua itu terbentuk. Setelah itu dilanjutkan dengan komponen
ketiga, dan seterusnya sampai seluruh tingkah laku yang diharapkan terbentuk.
Dewasa ini teori
Skinner sangat besar pengaruhnya, terutama
di Amerika Serikat dan negara-negara pengaruhnya. Di dalam dunia
pendidikan, khususnya dalam lapangan metodologi dan teknologi pengajaran,
pengaruh ini sangat besar. Program-program inovatif dalam bidang pengajaran
sebagian besar disusun berdasar atas teori Skinner tersebut.
3. Prinsip Dan Aplikasi Kondisioning Operan
Sekarang
kita akan meninjau bagaimana prinsip dari kondisioning operan dalam
pengalamannya untuk kehidupan manusia sehari-harinya, khusus dalam membuat anak
belajar. Dalam kehidupan sehari-hari orang serungkali tidak menyadari bahwa dia
telah melaksanakan aturan kondisioning operan ini. Banyak individu, seperti
misalnya dalam keluarga Teller saling mengajarka sesuatu pada anggota keluarga
lainnya tanpa mereka menyadarinya.
4. Penguatan
Penguatan berguna untuk memperkuat perilaku
tertentu yang diharapkan. Pada kondisinin responden, penguatan ini diberikan
sebelum tindakan yang diperkuat, sedankan pada kondisioning operan, penguatan
diberikan sesudah tindakan yang diperkuat itu. Hakikat dari prosedur penguatan
juga berbeda pada keduanya. Kalau peda kondisioning responden, penguatan
diberikan sebgai konsekuensi yang terjadi setelah suatu perilaku.
a.
Penguatan yang positif
Kalau penyajian satu kejadian yang mengikuti sebuah operan meningkatkan
kemungkinan bagi operan itu untuk muncul dalm situasi yang sama, psikolog
menyebutkan untuk proses dan konsekuensi ini sebagai penguatan positif.
Konsekuensi atau akibat yangditimbulkannya juga disebut penguatan positif. Penggunaan
kata sifat “positif” ini adalah karena kejadiannya dibuat muncul. penggunaan
kata benda “penguatan” digunakan karena frekuensi dari perilaku yang mendahului
konsekuensi mungkin diperkuat oleh atensi/perhatian yang diperhatikan.
b.
Penguatan yang negatif
Kalau penghapusan satu kejadian yang mengikuti sebuah operan
meninggikan kemungkinannya bahwa operan akan muncul dalam situasi yang sama,
maka untuk proses dan konsekuensi yang muncul dinamakan penguatan negatif.
Konsekuensi/akibat yang ditimbulkannya juga dinamakn penguat negatif. Kata
sifat “negatif” karena kejadiannya dihapuskan/diambil. Kata benda “penguatan”
digunakan karena frekuensi respons yang mendahului akibatnya meningkat.
Penguatan negatif ini akan memperkuat perilaku lari pada hewan yang dihapkan
pada situasi yang iritasi/mengancam. Psikolog membedakan atas dua jenis
penguatan negatif ini, yaitu kondisioning lari (escape) dan kondisioning
menghindar (avoidance).
Selama terjadinya kondisioning melarikan diri, frekuensi dari operan
ditingkatakan dibawah pengaruh keadaan yang sama, karena hal itu akan
menghentiakan kejadian yang berjalan terus.
Selama terjadinya kondisioning menghindar, frekuensi dari operan
menjadi naik/tinggi dalam satu keadaan tertentu, karena operan itu menunda atau
mencagah munculnya suatu kejadian (yang dianggap tidak menyenagkan).
5. Variasi
dari penguat negatif dan positif
Hal apayang diperkuat selama terjadinya
kondisioning operan tergantung pada masing-masing individu serta keadaannya
saat itu. Mengenai penguat harap selalu diingat bahwa apa-apa yang diperkuat
itu sangat tergantung pada setipa individu (dalam arti tidak dapat dipersamakan
bagi semua individu). Karena itu, setiap konsekuensi yang muncul sebagai akibat
dari pemberian penuat harus dianggap sebagai penguat potensial, sampai
pengaruhnya terhadap seorang individu bisa dibentuk.
Penguat positif dan
negatif seringkal dibedakan menjadi dua pembagian yang umum yaitu intrinsik dan
ekstrinsik. Sebuah penguat dikatakan intrinsik bilaman perilaku yang akan
diperkuat itu telah diperkuat oleh dirinya sendiri. Denag perkataan lain,
respons itu sndiri sudah merupakan sumber dan perasaan nyaman, dan tindakannya
itu secara otomatis diperkuat setiap kali muncul. Beberapa perilaku yang
berbeda mugkin secara intrinsik mempunyai sifat memperkuat.
Sebagian besar dari perilaku yang dilakukan oleh
seseorang dalam kehidupan sehari-harinya tidaklah secara intrinsik merupakan
hal yang memperkuat (reinforcing), tetapi lebih banyak diperkuat oleh
konsekuensi yang datang dari luar dirinya, yang eksternal atau ekstrinsik. Secara intrinsik, kejadian yang memuaskan seperti itu dapat
dipergunaka untuk mengajarkankebiasaan lainnya. Kegiatan yang dapat memuaskan
rasa ingin tahu, atau menyediakan rangsang indra merupakan satu penguat yang kuat
terhadap respons manusia.
Penguat intrinsik tegantung
kepada orang lain seringkali dinamakn sebagai penguat sosial. Mungkin beberapa
penguat sosial bukanlah hal yang dipelajari, sedangkan lainnya dipelajari.
Tampaknya besar kemungkinannya bahwa manusia dilahirkn sudah membawa nilai
untuk tersenyum, memeluk dan mengucapkan dengan nada menghibur, tidak menyulai
tanda ketegangan dan teriakan. Pada waktu yang bersamaan, orang juga belajar
untuk menghargai ungkapan kata yang memuji-muji misalnya bagus atau hebat.
Memang penguat sosial ini cenderung untuk secara luar biasa mempengaruhi
modifikasi perilaku manusia.
6. Implikasi teori Operant Conditioning terhadap pembelajaran masa kini
Beberapa
aplikasi teori belajar Skinner dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
1.
Bahan yang dipelajari dianalisis sampai pada unit-unit
yang terkecil;
2.
Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa,
jika salah dibetulkan dan jika benar diperkuat;
3.
Dalam proses pembelajaran tidak dikenakan hukuman;
4.
Dalam pendidikan mengutamakan mengubah lingkungan untuk
mengindari pelanggaran agar tidak menghukum;
5.
Hadiah diberikan kadang-kadang (jika perlu);
6.
Tingkah laku yang diinginkan, dianalisis kecil-kecil,
semakin meningkat mencapai tujuan;
7.
Dalam pembelajaran sebaiknya digunakan pembentukan (shaping); dan
8.
Mementingkan kebutuhan yang akan menimbulkan tingkah
laku yang baik.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas mengenai teori belajar conditioning, dapat
ditarik kesimpulan bahwa: dari
eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing, menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
1. Law of Respondent Conditioning yakni
hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara
simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan
stimulus lainnya akan meningkat.
2. Law of Respondent Extinction yakni
hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent
conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka
kekuatannya akan menurun.
Sedangkan, dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner
terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati, menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
1. Law of operant conditining yaitu jika timbulnya
perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan
meningkat.
2. Law of operant extinction yaitu jika timbulnya
perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi
stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
DAFTAR RUJUKAN
Davidoff,
Linda L. 1988. Psikologi Suatu Pengantar.
Jakarta: Erlangga
Mahmud,
M. Dimyati. 1989. Psikologi Pendidikan.
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi Proyek Pembangunan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.
Purwanto,
M. Ngalim. 2002. Psikologi Pendidikan.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
0 komentar:
Posting Komentar